Kuliah sambil bekerja kata siapa enak?! Justru kepiluan yang ada bagi saya.
Fenomena kuliah sambil bekerja memang sangat umum terjadi bahkan sejak dulu kala, hal ini sudah lumrah dilakukan para mahasiswa demi mendapatkan uang tambahan apalagi bagi anak rantau dan anak kos. Lingkungan yang mendukung juga menjadi alasan banyak mahasiswa bekerja, pasalnya banyak yang menerima mahasiswa untuk bekerja fulltime ataupun parttime.
Enaknya dapet uang
tambahan! Ah, saya tidak begitu
Mahasiswa dengan
agenda yang padat tentu banyak waktu dihabiskan di kampus tapi bukan hanya
waktu yang dihabiskan, uang pun ikut terkuras drastis sehingga bekerja di sela
agenda perkuliahan bisa menjadi angin segar bagi mereka. Bagaimana tidak, persoalan
uang tipis di akhir bulan bukan menjadi masalah lagi karena uang tambahan yang
di dapat dari bekerja. Lumayan untuk jajan begitulah kiranya.
Kalau bagi saya, bukan uang tambahan yang saya rasakan ketika bekerja sambil kuliah. Namun uang hasil bekerja itulah yang jadi pegangan saya selama bulan depan. Pahit! Saya mesti cari otak bagaimana uang ini bisa untuk bayar kos-kosan dan juga makan cukup. Persoalan beli barang-barang duniawi sudah jauh terkubur, menunggu rejeki nomplok.
Kuliah sambil bekerja
bukan privilege
Kuliah sambil bekerja menjadi suatu momen memilukan. Bagaimana tidak, saya
berasal dari desa alias wong ndeso untuk kuliah saja sudah menjadi hal mewah
bagi keluarga ditambah lagi saya harus nge-kos jadilah keos.
Berasal dari kesadaran diri bahwa saya menjadi beban keluarga, niatlah saya
untuk mencari pekerjaan disela-sela perkuliahan yang untungnya sudah memasuki
magang industi. Singkat cerita saya diterima kerja, dari situlah saya mulai
bekerja yang awalnya hanya sabtu-minggu menjadi hampir setiap hari bekerja.
Bukannya tidak bangga dengan pencapaian ini, cuman kok ya saya ini segalanya
harus diusahakan dulu untuk mendapatkan sebuah kenyamanan.
Respon berbeda datang dari teman-teman yang merasa saya ini punya hak yang mereka tidak punya, hak bekerja sembari kuliah. Tiap dari mereka meng-iri dengan saya yang bekerja dan menghasilkan uang sendiri. Dikiranya saya bisa beli ini itu, dalam hati saya ingin teriaki mereka “Dikira kerja itu enak, enak ndasmu.” Tapi tak sampai hati mengatakan seperti itu karena mereka teman sendiri, alhasil hanya bisa menjawab “ya makanya coba-coba kerja biar bisa beli yang di pengen.”
Harus merelakan banyak
hal
Kalo banyak yang bilang pengen jadi anak kecil lagi
yang bisa tertawa tanpa beban, saya kira memang benar adanya ungkapan itu. Menjadi
dewasa memang tidak se-menyenangkan itu, enak nya sih pas banyak uang aja. HAHAHAHA
Begitulah ketika sudah menjalani kehidupan di dunia kerja, yang kata orang
harus tahan banting, mental sekuat baja, tidak boleh baperan dan satu lagi
merelakan apa yang dulu bisa di lakukan ketika belum bekerja.
Disaat teman-teman seperkuliahan bisa rebahan di kos dan nongkrong HAHAHIHI seperti tidak ada beban, saya harus merelakan jam bersendau-gurau seperti remaja lainnya. Disaat yang lain bisa meng-upgrade diri dan mempersiapkan jenjang karir, saya justru terlalu lelah dengan pekerjaan dan memilih istirahat tiap waktu luang menjauhi kehidupan yang keras ini bagi saya. Disaat yang lain keuangan aman dengan bekingan orang tua, disitulah saya harus pura-pura baik-baik saja jika ditanya ‘masih ada uang ndak?’ tentu saya jawab masih, walaupun dompet meringis minta diisi dengan lembaran merah Soekarno-Hatta. Banyak faktor yang membuat saya jarang meminta uang kepada orang tua. Malu karena sudah merasa dewasa, kondisi finansial orang tua, dan yang lainnya. Menjadi mandiri bukan pilihan bagi saya tapi keharusan.Tanggung jawab untuk kehidupan yang lebih layak harus terus diperjuangkan.
Hidup terlalu keras bagi saya yang katanya generasi gen
Z. Bagi saya banyak hal yang harus diikhlasin dan diusahakan karena jalan
kehidupan yang saya jalani tidak semudah orang di sekitar saya tapi dibalik itu
saya yakin apa yang saya jalani di masa ini akan membawa saya ke jalan yang
mudah nantinya.
Begitulah akhir cerita anak muda ini.

Komentar
Posting Komentar